Kenangan Kematian (Sparkling Cyanide)

Judul: Kenangan Kematian | Judul Asli: Sparkling Cyanide | Penulis: Agatha Christie | Penerjemah: Ade Dina S. | Penerbit: Gramedia Pustaka Utama | Terbit: Ketujuh, Agustus 2014 | Tebal: 312 hlm | Bintang: 4/5




Kisah dibuka dengan kenangan enam orang tentang Rosemary Barton yang meninggal hampir setahun yang lalu, George Barton, Iris Marle, Anthony Browne, Ruth Lessing, Pasangan Stephen Farraday dan Alexandra Farraday. Kematian yang dianggap bunuh diri menjadi tanda tanya besar saat muncul surat kaleng yang menyebutkan bahwa Rosemary dibunuh. Surat yang dikirimkan kepada sang suami, George Barton, tak hanya menyimpan misteri kematian tetapi juga skandal besar yang dapat menghancurkan seseorang.

Kehadiran surat kaleng tersebut, mau tak mau membuat George dan Iris Marle, adik Rosemary, mengeruk kembali ingatan demi mendapatkan misteri sebenarnya dari kematian Rosemary. “Jangan ketakutan begitu, Nona. Kau mesti menolongku. Kau harus mengingat-ingat semuanya. Ya, aku tahu bicaraku tak karuan, tapi kau akan segera mengerti, bila melihat surat-surat ini.” (George ~ h. 42) Ingatan Iris pun kembali ke suatu hari, saat menemukan Rosemary menangis sambil ‘mempersiapkan’ surat wasiat.

Iris Marle baru mencium skandal saat menemukan surat cinta Rosemary kepada ‘Leopard’, sebuah nama samaran. Misteri pun bertambah dengan menebak siapa sosok Leopard yang dipuja Rosemary sebelum kematiannya. Kematian yang terjadi di sebuah meja restoran dengan undangan khusus kepada enam orang tersebut, untuk merayakan ulangtahun Rosemary. Maka, tak hanya Iris Marle yang harus menggali ingatan tetapi kelima orang lainnya juga, dan masing-masing memiliki potensi menjadi pembunuh, sadar ataupun tak sadar.

“Rosemary itu anak bodoh, memang dari dulu begitu. Cantik seperti bidadari dan bodoh seperti kelinci. Tipe wanita pada siapa banyak pria jatuh cinta tapi tak pernah lama.” (Victor Drake - h.53)
“Setelah berbicara dengannya aku sadar betapa tak meyakinkan bagiku kematian karena bunuh diri itu. Lagi pula aku sangat mengenalnya. Dia itu bisa terserang rasa sedih yang bertubi-tubi. Dia bisa meluap-luap karena satu soal saja, dan kadang-kadang bertindak sembrono dan ngawur, tapi tak pernah aku mendapatinya ingin ‘lepas dari semua itu’.” (George – h. 134)
Segalanya menjadi semakin rumit saat George mengadakan acara yang sama dengan setahun yang lalu, para undangan yang sama, tema yang sama, hanya kali ini yang berulang tahun, Iris Marle. Sangkaan awal George untuk menjebak si pembunuh dengan menciptakan suasana yang sama dan unsur mistis ternyata tidak berjalan dengan baik karena adanya pembunuhan kedua yang terjadi.

“Pembunuhan yang baru ini seolah-olah membuktikan bahwa yang dulu itu bukan bunuh diri. Meskipun rasanya Anda tak dapat menyalahkan kami yang saat itu menerima keputusan bahwa dia bunuh diri. Sebab ada bukti yang menguatkan.” (h.169)
Kasusnya sebenarnya sederhana, sempat menebak si pembunuh tapi karena Agatha Christie ahli dalam memperumit alur, efeknya tebakan masih dipenuhi keraguan. Menariknya pembunuhan kali ini, sisi psikologisnya terasa kuat, baik proses analisa sampai alasan di balik pembunuhannya, mungkin karena hanya ada enam tersangka dalam kasus ini. Bagaimana alam bawah sadar mampu dipengaruhi dengan sangat mudah dengan kelihaian kata-kata. Lagi-lagi ‘sumber’ pemikiran dari si pembunuh di luar dugaan dan selalu ada kejutan di akhir peristiwa.

“Karena di sana ada seseorang yang suka berkicau … berkicau seperti burung kecil … Seekor burung kecil berkata padaku itu sebuah pepatah semasa mudanya. Betul, Kemp, burung-burung yang berkicau ini bisa bercerita banyak kalau kita membiarkan mereka ___ berkicau.” (h. 192)

Comments