Segala Makhluk Besar dan Kecil

Judul: Segala Makhluk Besar dan Kecil
Judul Asli: All Creatures Great and Small
Penulis: James Herriot
Penerjemah: Lanny Murtihardjana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-0976-7
Cetak: Pertama, 2014
Tebal: 640 hlm
Bintang: 4/5
Harga: Rp. 88.000 (Diskon di Toko Buku Murah)




“Jika kalian memutuskan untuk menjadi dokter hewan, kalian takkan pernah kaya. Namun, kalian akan menjalani hidup penuh dengan hal-hal menarik dan beragam.” (Lelaki tua di depan kelas - h. 181)

Perkataan salah satu dosen James benar-benar terjadi. Profesinya sebagai dokter hewan ternyata tidak hanya memperlihatkan perilaku binatang dengan penyakit/kelahiran, tapi juga menuntunnya untuk banyak merasakan kejadian-kejadian di baliknya.

Banyak kejadian yang menarik selama dia menjadi asisten dokter Farnon dan sosok ini menjadi salah satu yang kunantikan ceritanya. Kisah Mr. Farnon bisa menjadi adegan yang memancing geli tapi sering juga menjengkelkan, terutama kalau sudah terkait dengan sifat pelupa akutnya. Mr. Farnon dengan kelabilan emosi dan ingatan, Tristan yang cuek, santai, tapi ‘takut’ dengan si kakak, dan Miss Harbottle, sekretaris yang memiliki ketelitian yang berbanding terbalik dengan si bos. Tiga karakter yang menyemarakkan klinik hewan Farnon.

“… hewan memang makhluk yang sulit ditebak, jadi seluruh hidup kita juga bakal sulit ditebak. Hidup ini tersusun dari sekian banyak kisah berisi kemenangan maupun kemalangan kecil. Kau harus benar-benar menyukainya untuk bisa tetap bertahan.” (Farnon – h.63)

James Herriot lumayan detail ketika menuturkan proses pemeriksaan, pengobatan, dan proses kelahiran dari hewan, efeknya, sering terasa menjijikkan ketika penuturan mulai dituangkan dalam imajinasi. Tapi, kejadian menjijikkan ini berhasil dibalut penulis dengan pandangan, kesan, dan tak jarang juga dengan humor sarkastis. Salah satu yang saya suka adalah saat Herriot menggambarkan suasana pedesaan Yorkshire dengan padang rumput dan hembusan angin segarnya.

“Aku baru melalui sepuluh menit yang menyebalkan dengan Rolston… Well, aku menghabiskan berjam-jam dengan hewan malang itu dan memberi mereka obat-obatan mahal… Dan sekarang dia mengeluh soal rekeningnya. Tak sepatah pun ucapan terima kasih..” (Herriot – h.92)

Dilema dengan profesi dokter hewan juga kerap memenuhi benak Herriot, saat di tengah malam bersalju menangani kelahiran sapi sembari membayangkan nyaman menjadi orang lain yang bisa hangat dalam dekapan selimut, atau saat dia tetap merasa tidak tahu apa-apa meski sudah melewati tahun-tahun pergulatan dengan hewan.

Tapi di sisi lain, terpercik rasa syukur dan kebahagiaan tersendiri, saat dia berhasil menyembuhkan atau menangani kelahiran. Bagian paling berkesan bagi saya adalah saat Herriot menangani seekor sapi --- saya lupa di peternakan siapa --- yang mengalami pembengkakan pada tenggorokan, seekor sapi yang ditangani dengan mati-matian karena melihat pemilik yang menaruh harapan besar hidupnya pada si sapi.

Kesalahan diagnosis pun pernah dialami Herriot dan berujung pada ‘ejekan’ dari si pemilik peternakan. Tapi, setiap kali melihat binatang ‘salah-diagnosis’-nya, Herriot semakin tahu bahwa dia adalah manusia yang bisa melakukan kesalahan, manusia yang masih membutuhkan banyak ilmu dalam aktivitas dan kehidupannya.

“Aku … berusaha membayangkan pria tua itu bergumul dengan masalah-masalah yang kualami, melintasi jalan-jalan yang kulewati. Enam puluh tahun lamanya, dia melakukan semua itu sendirian. Aku baru memulai karierku, tapi aku sudah tahu sedikit mengenai kemenangan maupun kekalahan, rasa khawatir, pengharapan dan kekecewaan di dalamnya --- termasuk kerja kerasnya. Bagaimana pun, Mr. Grant sudah tiada, membawa serta semua keterampilan dan pengetahuan yang berusaha kukumpulkan dengan tekad kuat.” (Herriot – h. 553)

Comments